Ada dua pendapat mengenai nama Muara Takus. Yang pertama mengatakan
bahwa nama tersebut diambil dari nama sebuah anak sungai kecil bernama
Takus yang bermuara ke Sungai Kampar Kanan. Pendapat lain mengatakan
bahwa Muara Takus terdiri dari dua kata, yaitu “Muara” dan “Takus”. Kata
“Muara” memunyai pengertian yang sudah jelas, yaitu suatu tempat sebuah
sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar,
sedangkan kata “Takus” berasal dari bahasa Cina, Ta berarti besar, Ku
berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil. Jadi arti keseluruhan kata
Muara Takus adalah candi tua yang besar yang terletak di muara sungai.
Candi Muara Takus merupakan candi Buddha, terlihat dari adanya stupa,
yang merupakan lambang Buddha Gautama. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa candi ini merupakan campuran dari bentuk candi Buddha dan Siwa.
Pendapat tersebut didasarkan pada bentuk bentuk Candi Mahligai, salah
satu bangunan di kompleks Candi Muara takus, yang menyerupai bentuk
lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan). Arsitektur
candi ini juga memunyai kemiripan dengan arsitektur candi-candi di
Myanmar. Candi Muara Takus merupakan sebuah kompleks yang terdiri atas
beberapa bangunan.
Bangunan yang utama adalah yang disebut Candi Tuo. Candi ini berukuran
32,80 m x 21,80 m dan merupakan candi bangunan terbesar di antara
bangunan yang ada. Letaknya di sebelah utara Candi Bungsu. Pada sisi
sebelah timur dan barat terdapat tangga, yang menurut perkiraan aslinya
dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung singa dalam
posisi duduk. Bangunan ini memunyai sisi 36 buah dan terdiri dari bagian
kaki I, kaki II, tubuh dan puncak. Bagian puncaknya telah rusak dan
batu-batunya telah banyak yang hilang.
Candi Tuo dibangun dari campuran batu bata yang dicetak dan batu pasir
(tuff). Pemugaran Candi Tuo dilaksanakan secara bertahap akibat
keterbatasan anggaran yang tersedia. Pada 1990, selesai dikerjakan
bagian kaki I di sisi timur. Selama tahun anggaran 1992/1993 pemugaran
dilanjutkan dengan bagian sisi sebelah barat (kaki I dan II). Volume
bangunan keseluruhan mencapai 2.235 m3, terdiri dari : kaki: 2.028 m3,
tubuh: 150 m3, dan puncak: 57 m3. Tinggi bangunan mencapai 8,50 m.
Bangunan kedua dinamakan Candi Mahligai. Bangunan ini berbentuk bujur
sangkar dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak
14,30 m berdiri diatas pondamen segi delapan (astakoma) dan bersisikan
sebanyak 28 buah. Pada alasnya terdapat teratai berganda dan di
tengahnya menjulang sebuah menara yang bentuknya mirip phallus (yoni).
Pada 1860, seorang arkeolog Belanda bernama Cornel de Groot berkunjung
ke Muara Takus. Pada waktu itu di setiap sisi ia masih menemukan patung
singa dalam posisi duduk. Saat ini patung-patung tersebut sudah tidak
ada bekasnya. Di sebelah timur, terdapat teras bujur sangkar dengan
ukuran 5,10 x 5,10 m dengan tangga di bagian depannya. Volume bangunan
Candi Mahligai 423,20 m3yang terdiri dari volume bagian kaki 275,3 m3,
tubuh 66,6 m3 dan puncak 81,3 m3. Candi Mahligai mulai dipugar pada 1978
dan selesai pada 1983.
Bangunan ketiga disebut Candi Palangka, yang terletak 3,85 m sebelah
timur Candi Mahligai. Bangunan ini terdiri dari batu bata merah yang
tidak dicetak. Candi Palangka merupakan candi yang terkecil,
relung-relung penyusunan batu tidak sama dengan dinding Candi Mahligai.
Dulu sebelum dipugar bagian kakinya terbenam sekitar satu meter. Candi
Palangka mulai dipugar pada 1987 dan selesai pada 1989. Pemugaran
dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi, karena bagian
puncaknya yang masih ditemukan pada 1860 sudah tidak ada lagi. Di bagian
sebelah utara terdapat tangga yang telah rusak, sehingga tidak dapat
diketahui bentuk aslinya. Kaki candi berbentuk segi delapan dengan sudut
banyak, berukuran panjang 6,60 m, lebar 5,85 m, serta tingginya 1,45 m
dari permukaan tanah dengan volume 52,9 m3.
Bangunan keempat dinamakan Candi Bungsu. Candi Bungsu terletak di
sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu,
yaitu batu pasir (tuff) terdapat pada bagian depan, sedangkan batu bata
terdapat pada bagian belakang. Pemugaran candi ini dimulai pada 1988 dan
selesai dikerjakan pada 1990. Melalu pemugaran tersebut candi ini
dikembalikan ke bentuk aslinya, yaitu empat persegi panjang dengan
ukuran 7,50 m x 16,28 m. Bagian puncak tidak dapat dipugar, karena tidak
diketahui bentuk sebenarnya. Tinggi setelah dipugar 6,20 m dari
permukaan tanah, dan volumenya 365,8 m3.
Menurut gambar yang dibuat oleh J.W. Yzerman bersama-sama dengan TH.
A.F. Delprat dan Opziter (Sinder) H.L. Leijdie Melvile, di atas bangunan
yang terbuat dari bata merah terdapat 8 buah stupa kecil yang
mengelilingi sebuah stupa besar. Di atas bangunan yang terbuat dari batu
pasir (tuff) terdapat sebuah tupa besar. Di bagian sebelah timur
terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu pasir.
Selain bangunan-bangunan di atas, di sebelah utara, atau tepat di depan
gerbang Candi Tuo terdapat onggokan tanah yang mempunyai dua lobang.
Tempat ini diperkirakan tempat pembakaran jenazah. Lobang yang satu
untuk memasukkan jenazah dan yang satunya lagi untuk mengeluarkan
abunya. Tempat pembakaran jenazah ini, termasuk dalam pemeliharaan
karena berada dalam kompleks percandian. Di dalam onggokan tanah
tersebut terdapat batu-batu kerikil yang berasal dari Sungai Kampar. Di
di luar kompleks Candi Muara Takus, yaitu di beberapa tempat di sekitar
Desa Muarata Takus, juga diketemukan beberapa bangunan yang diduga masih
erat kaitannya dengan candi ini.