Penampang candi Siwa
Arsitektur candi Prambanan berpedoman
kepada tradisi arsitektur Hindu yang berdasarkan kitab Wastu Sastra.
Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi yang tinggi
menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama asli
Siwagrha dan dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk
gunung suci Mahameru, tempat para dewa bersemayam. Seluruh bagian
kompleks candi mengikuti model alam semesta menurut konsep kosmologi
Hindu, yakni terbagi atas beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.
Seperti Borobudur, Prambanan juga
memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang suci hingga ke
zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep Hindu ini
memiliki sandingannya dalam konsep Buddha yang pada hakikatnya hampir
sama. Baik lahan denah secara horisontal maupun vertikal terbagi atas
tiga zona:[16]
• Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu),
adalah ranah terendah makhluk yang fana; manusia, hewan, juga makhluk
halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn hawa nafsu,
hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi
melambangkan ranah bhurloka.
• Bhuwarloka (dalam Buddhisme:
Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi, pertapa, dan
dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran.
Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.
• Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu),
adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat para dewa bersemayam,
juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap candi melambangkan ranah
swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan
kemuncak mastaka berupa ratna (sansekerta: permata), bentuk ratna
Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau
halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan
Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka
candi.
Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca
Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur yang didasarnya
terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti batu
pripih ini ditemukan diatas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang
belulang hewan korban. Di dalam pripih ini terdapat benda-benda suci
seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Waruna (dewa laut) dan
Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga
bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir
permata, kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan
12 lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra),
padma, altar, dan telur).
0 komentar:
Posting Komentar