Candi Siwa, candi utama di kompleks candi Prambanan yang dipersembahkan untuk dewa Siwa.
Halaman dalam adalah zona paling suci
dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini ditinggikan permukaannya
dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan empat gerbang di
empat penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini terdapat
delapan candi utama; yaitu tiga candi utama yang disebut candi Trimurti
(“tiga wujud”), dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa
Brahma Sang Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.
Candi Siwa sebagai candi utama adalah
bangunan terbesar sekaligus tetinggi di kompleks candi Rara Jonggrang,
berukuran tinggi 47 meter dan lebar 34 meter. Puncak mastaka atau
kemuncak candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan
intan atau halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan
dari stupa yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa
dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang menceritakan kisah
Ramayana; terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar
langkan ini dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk
mengikuti kisah sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi
timur, lalu melakukan pradakshina yakni berputar mengelilingi candi
sesuai arah jarum jam. Kisah Ramayana ini dilanjutkan ke Candi Brahma.
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima
ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin dan satu garbagriha,
yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di tengah candi. Ruangan
timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa
Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter.
Arca ini memiliki Lakçana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu
chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota
keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki
empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih),
camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini
mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa
digambarkan mengenakan cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan
ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya. Sebagian sejarawan
beranggapa bahwa arca Siwa ini merupakan perwujudan raja Balitung
sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau. Sehingga
ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan dewa
penitisnya yaitu Siwa.[13] Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik
bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi
utaranya terukir ular Nāga (kobra).
Tiga ruang yang lebih kecil lainnya
menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang berkaitan dengan Siwa.
Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di
ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa,
Durga Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi
Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang swargaloka. Arca Durga ini juga
disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing) oleh penduduk setempat.
Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.
0 komentar:
Posting Komentar